Judul Buku
: Halaman Terakhir
Penulis :
Yudhi Herwibowo
Penerbit :
Noura Books
Tebal : 448
halaman, paperback
Cetakan
pertama : Februari 2015
ISBN : 9786027816657
Pertama
kali saya membaca Untung Surapati karya Mas Yudhi, saya hampir tak bisa
berhenti membacanya. Menurut saya, Mas Yudhi cakap sekali menyusun cerita yang
berdasarkan sejarah. Alurnya mengalir dengan apik dan lancar, seakan akan kita
ikut ada di sana menyaksikan kisahnya. Maka ketika ia menerbitkan satu lagi
bukunya yang berhubungan dengan sejarah, saya langsung memasukkannya ke dalam
daftar baca.
Halaman terakhir menceritakan tentang Hoegeng, mantan Kapolri yang punya riwayat membanggakan. Ada kisah- kisah yang belum selesai saat Hoegeng lengser dari jabatan Kapolri, tetapi ada dua yang merupakan kasus besar yaitu Sum Kuning dan Cahaya. Sum kuning merupakan kasus pemerkosaan seorang gadis penjual telur di Yogyakarta, sedangkan Cahaya merupakan kasus penyelundupan mobil-mobil mahal ke Indonesia.
Sebagai Kapolri, Hoegeng mengikuti perkembangan kasus Sum meski tempat kejadian berjarak ratusan kilometer dari markas besarnya. Sum mengaku telah diperkosa di dalam mobil kombi merah oleh empat orang pemuda. Tetapi polisi setempat mencoba menutup nutupi kasus ini, bahkan mengambil kambing hitam sebagai pelakunya. Desas desus mulai bermunculan, banyak pihak yang menyebutkan bahwa polisi berpura pura menutup mata karena salah satu tersangka memiliki hubungan kekeluargaan dengan seorang Jenderal besar. Apa benar demikian?
Sementara itu, di Jakarta sedang mencuat kasus penyelundupan mobil mewah. Hal yang paling menyesakkan Hoegeng tentang kasus ini, kelak, adalah karena tersangka memiliki hubungan dengan orang yang selama ini sangat dihormati Hoegeng. Sejak itu ia tahu, ia tak akan pernah bisa menyelesaikan kasus ini, bahkan sampai ia lengser dari jabatannya.
Ternyata seperti dugaan saya, buku ini selesai saya baca hanya dalam semalam hari. Padahal biasanya mah saya selalu tersendat sendat saat membaca hal hal yang berhubungan dengan sejarah. Alurnya cepat, gerak gerik tokohnya dilukiskan dengan apik dan membuat pembacanya penasaran, seberapa besar sih masalah yang dihadapi Hoegeng ini. Melalui buku ini juga kita seakan kembali lagi ke Indonesia puluhan tahun lalu, dengan latar yang diceritakan secara sederhana tapi tetap mampu mepermudah pembaca membayangkan adegan demi adegannya.
Hoegeng (source.wiki) |
Karena buku ini juga, saya jadi mencari tahu sejarah dan sepak terjang Hoegeng,
karena jujur saja sebelumnya saya tak tahu Hoegeng itu siapa. Apa sih yang
membuat beliau menjadi sosok istimewa? Ya, ternyata setelah membaca buku ini
saya baru tahu kebaikan dan ketulusan seorang Hoegeng. Sebagai seorang
petinggi, ia jeli dan tegas saat menilai atau menghadapi suatu kasus. Bahkan
meski kasus tersebut berada di luar Jakarta, ia sebagai Kapolri terus mengawasi
bahkan jika perlu turun tangan membantu penyelidikan. Sebagai seorang pribadi,
Hoegeng memiliki sifat ramah dan perhatian bahkan terhadap anak buahnya. Ia
juga sangat menyayangi istri dan keluarganya dan yang lebih utama, ia adalah
seorang yang amat jujur. Contohnya saja ketika istrinya ingin pulang menengok
ayahnya yang sakit di luar negeri, meski sang istri dapat sumbangan uang dari
saudara saudaranya, tapi dengan berat hati Hoegeng tak mengijinkannya pergi
sebab Bagaimana kalau nanti orang orang mengira uang tersebut bukanlah uang
"halal"? Atau ketika Hoegeng dan sang istri memiliki toko bunga yang
kemudian ditutup, karena bagaimana kalau kemudian setiap ada acara, banyak kolega
yang memesan rangkaian bunga ke toko mereka? Bukankah itu akan mematikan
penjualan toko bunga lainnya? Duh, saya rasa istri Hoegeng juga punya hati yang
sama luasnya seperti milik beliau.
Ah sebuah cerita yang apik dan berkesan, memberi teladan bagi kita agar selalu berusaha untuk bersikap jujur.
Nah, saya
juga punya sedikit ngobrol sama Mas Yudhi, sang penulis Halaman Terakhir. Orangnya
baik banget, diemail aja mau njawab loh.. XD
1. Perihal
apa yang membuat Mas Yudhi membuat novel ini? Apakah tawaran dari Mizan atau
memang niatan pribadi? Ceritain dikit donk x)
Awalnya
Penerbit Noura memang punya rencana menovelkan beberapa tokoh inspiratif di
nusantara. Saya dihubungi untuk menulis seorang tokoh. Namun karena kurang sreg
dengan tokoh yang ditawarkan, saya menolak. Sampai akhirnya tokoh Hoegeng
kemudian ditawarkan. Saya kemudian menerimanya dengan sangat yakin.
Tentu untuk
menulis biografi atau novel yang diangkat dari biografi seseorang, penulis
harus memiliki ketertarikan dengan karakter tersebut. Dan sudah sejak lama saya
memang sudah mendengar tentang reputasi Bapak Hoegeng. Saya senang bisa
menulisnya.
2. Sejak
kapan Mas Yudhi mengetahui sosok Hoegeng? Apakah jauh sebelum acara Kick Andy
diputar?
Sebelumnya
saya hanya mendengar tentang sosok Hoegeng samar-samar saja, misalnya seperti yang
sering diungkapkan oleh Gus Dur (dan dipakai sebagai salah satu emdorstment di
cover buku saya). Itu quotes yang sering dipetik di mana-mana. Tapi kisah
Hoegng yang cukup lengkap memang baru saya tahu saat acara Kick Andy tahun 2009
itu.
3. Berapa
lama waktu yang diperlukan Mas Yudhi mulai dari riset sampai naskah jadi? Terus
revisinya berapa bulan sampai naik cetak?
Sebenarnya
penggarapan awalnya tak lebih dari 6 bulan. Ini sudah termasuk riset di
beberapa perpus di Solo dan Jogja, dan mendatangi Mas Aditya Hoegeng di Jakarta
beberapa kali. Namun setelah jadi, sambil menunggu daftar terbit, saya
merevisinya, mungkin sekitar 6 bulan juga.
4. Saya
selalu suka sama cerita cerita Mas Yudhi yang terilhami sejarah. Seperti Untung
Surapati sebelumnya, Novel Halaman Terakhir ini juga padat dengan peristiwa
peristiwa. Apakah Mas yudhi memang suka pelajaran sejarah dari kecil? Apa yang
membuat Mas Yudhi menyukainya?
Saya memang
suka sejarah. Sebelum Untung Surapati saya menulis Pandaya Sriwijaya, bahkan
sebelum itu saya menulis novel Samurai Cahaya, yang walau pun merupakan novel
samurai, sedikit menyerempet soal sejarah Jepang.
Menulis Halaman
Terakhir merupakan tantangan buat saya, karena bila dalam Pandaya Sriwijaya
saya hanya menempatkan sejarah dalam setting, dan dalam Untung Surapati
saya menempatkan keutuhan sejarah begitu kental, di Halaman Terakhir saya
mencoba berada di tengah-tengah. Data sejarah yang sebenarnya sangat banyak
itu, harus saya pilih-pilih agar buku ini tidak menjadi buku yang penuh data.
Saya memang sangat menghindari catatan kaki, karena menyadari bagaimana posisi
novel sebenarnya. Saya tetap harus mengutamakan keasyikan membaca novel,
bagaimana saat pembaca merasa sedih, atau gembira. Inilah saya rasa yang
menjadi tantangan bagi penulis sejarah yang sesungguhnya.
5. Ada ngga
sih, sosok penuh inspirasi lainnya yang amat ingin Mas Yudhi jadikan tokoh
dalam novel karya Mas Yudhi? Kalau ada, siapa?
Sebenarnya
ada beberapa tokoh yang ingin saya tulis. Beberapanya sudah saya tulis dalam cerpen.
Misalnya Raden Saleh, Van Gogh, Amir Hamzah, Tan Koen Swie, dll.
Untuk novel
saya ingin sekali menulis tentang Chairil Anwar, atau Tan Malaka. Tapi
sepertinya sudah banyak penulis yang menulis tentang 2 tokoh itu.
6. Selain 2
kasus terakhir di dalam buku, ada nggak kasus lain yg didapat dari hasil penyelidikan Mas Yudhi?
Sebenarnya
banyak. Beberapanya sempat saya singgung sedikit dalam Halaman Terakhir,
misalnya tentang penangkapan seorang jenderal polisi yang dituduh menjadi
backing seorang pengusaha dan akhirnya memakai ilmu hitam pada Hoegeng. Itu
kisah yang benar-benar ada. Atau kisah tentang fitnah tentang kepemilikan
perusahaan topi helm. Itu juga ada. Namun memang beberapanya tak cukup besar.
Dua kasus terakhir itulah yang memang cukup besar. Walau secara tegas dalam
novel itu, saya tak sekali pun menyebut tentang 2 kasus itu, dengan sebutan
yang dikenal oleh masyarakat selama ini. Hanya saja blurps yang dibuat penerbit
di cover itulah yang mengarahkan pembaca pada 2 kasus itu.
7. Apa kesulitan
paling besar yang Mas Yudhi hadapi saat membuat novel ini?
Kesulitannya
mungkin saya merasa terlalu banyak mengutip buku lainnya. Ini membuat saya tak
nyaman. Kadang ada beberapa bagian yang saya pikirkan lama sekali. Misalnya
percakapan Hoegeng dengan beberapa tokoh ternama, misalnya Presiden Soekarno.
Rasanya aneh saat saya hanya menyalin saja percakapan itu. Tapi karena itu
merupakan autobiografi, saya juga tak cukup berani mengubahnya. Sehingga yang
kemudian saya lakukan hanyalah berusaha membuat kalimat-kalimat berbeda, dengan
makna yang hampir sama. Saya pikir ini bisa dimaklumi.
Buku
autobiografi Hoegeng yang ditulis Abrar Yusa dan Ramadhan KH itu memang
merupakan buku yang sangat lengkap, hampir kisah-kisah masa lalu Hoegeng saya
ambil dari buku itu. Sebenarnya saya sempat melakukan crosscheck dengan
bertanya beberapa pertanyaan pada Mas Aditya Hoiegeng, namun jawabannya kurang
lebih sama dengan yang ada di dalam buku.
8. Ada
harapan khusus ngga terhadap pembaca yang udah membaca buku ini? Misalnya apa
menginspirasi, atau mengenal sosok Hoegeng lebih dekat, atau sebagainya gitu?
Saat saya
pertama kali datang, Mas Aditya Hoegeng bertanya pada saya, kenapa saya memilih
Hoegeng? Ia bercerita bagaimana buku sebelumnya –yang merupakan kumpulan esai
tentang Hoegeng- menumpuk di gudang penerbit dan tak laku, hingga kemudian
diupayakanlah agar buku itu dapat tersebar dengan mengajukannya pada acara Kick
Andy.
Saya sudah
tahu bagaimana posisi buku saya ini kelak, tapi pertimbangan menulis tentu bukan
sekadar masalah laku dan tak laku, ada yang harus diupayakan lebih dari itu.
Menulis sosok Hoegeng, seperti menjadi keharusan bagi saya, di mana kondisi
kepolisian kita saat ini ada dalam posisi yang tak cukup dipercaya oleh publik.
Saya merasa para calon polisi dan polisi muda seperti kehilangan pegangan
tentang sosok panutan. Hadirnya sosok Hoegeng, saya rasa dapat -sedikit-banyak-
mengembalikan keyakinan itu. Dan saya berharap semuanya menjadi lebih
baik.
Terima
kasih Mas Yudhi, saya pribadi berharap semoga Mas Yudhi makin banyak
menulis kisah-kisah yang menorehkan sejarah lainnya :)
http://www.orybooks.com/2015/08/resensi-halaman-terakhir-dan-wawancara.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar