Judul: Halaman Terakhir
Pengarang: Yudhi Herwibowo
Tahun terbit: 2015
Penerbit: Noura Book
Jumlah halaman: 434
“Wat
kan men I het leven al niet bereiken, als men eer lijik is. Men kan bemind
geerd en gaacht worden…
Apa
yang tak bisa dicapai seseorang dalam kehidupan jika ia jujur? Orang bisa
dicintai, dimuliakan, dan dihormati. (Rosihan Anwar)”
Kutipan diatas pretty
much explains about this novel.
Novel historical-fiction ini
mengisahkan seorang jenderal polisi, yang hidup pada tahun 1970-an, yang
bernama Jenderal Hoegeng Imam Santoso. Beliau adalah seorang jenderal polisi
yang dikenal jujur, adil, dan tidak pandang bulu dalam menegakkan keadilan. Sejak
diangkatnya Hoegeng menjadi Panglima Angkatan Kepolisian Republik Indonesia
pada Mei 1968, Hoegeng memegang kendali beberapa kasus yang terjadi kala itu;
bahkan beliau adalah orang pertama yang mengusulkan penggunaan helm bagi
pengendara motor!
Narasi dibawakan
dalam sudut pandang orang ketiga, di mana nama dari setiap karakter disebutkan.
Cerita yang dibawakan pun berubah-ubah sudut pandangnya, sehingga pembaca
mengetahui apa yang sedang terjadi lebih detail dari orang yabg berbeda-beda,
seperti pelaku kejahatan, seorang wartawan, korban, bawahan Jenderal Hoegeng,
dan Jenderal Hoegeng sendiri.
Novel Halaman Terakhir memfokuskan cerita pada dua kasus
besar yang terjadi pada masa jabatan Jenderal Hoegeng, yaitu kasus pemerkosaan
seorang gadis penjual telur yang bernama Sumaryah dan kasus penggelapan mobil
mewah. Dalam novel ini diceritakan hal apa saja yang terjadi, kronologi
kejadian, dan upaya apa yang dilakukan oleh kepolisian di bawah pimpinan
Jenderal Hoegeng untuk menyelesaikan kasus. Tapi tentu saja, selalu ada
permainan di belakang panggung yang tidak diketahui oleh Jenderal Hoegeng.
Seperti kutipan Rosihan Anwar yang disebutkan sebelumnya,
orang jujur tidak selalu mendapatkan kemuliaan dan kehormatan. Jenderal Hoegeng
mendapatkan berbagai macam kendala dalam usahanya menyelesaikan dua kasus
besar, bahkan ketika ia hampir menyelesaikan kasus ini. Dengan semangat dan
tekadnya yang kuat, ia terus mengabdi pada negara Indonesia, bahkan ketika ia
dicabut jabatannya oleh pemerintah.
Hidup sebagai orang jujur pada kala itu tidaklah mudah.
Novel ini secara tidak langsung menceritakan keadaan negara yang ada pada saat
itu, sesaat sebelum pemerintah mengambil alih media dan ketika hal itu terjadi.
Hidup Jenderal Hoegeng, sebagai anggota kepolisian yang bersih, juga tidak
mudah. Novel ini membuat saya sadar bahwa perjuangan tokoh-tokoh nasional tidak
berhenti setelah Indonesia merdeka.
Walaupun novel
ini merupakan sebuah cerita fiksi, pembaca, terutama saya, merasa mendapatkan
sedikit banyak pelajaran mengenai sejarang Indonesia. Sejujurnya, saya tidak
begitu menyukai novel historikal, tapi saya sangat menikmati membaca novel
Halaman Terakhir. Tidak selamanya belajar sejarah itu membosankan. Bahkan ada
sebuah komedi yang diselipkan sebagai bentuk kritik masyarakat terhadap apa
yang terjadi masa itu.
“Pak,
lapor. Saya baru saja kemalingan…”
“Apaaa?
Kemalingan? Laporan palsu itu. Palsuuu!”
“Pak,
lapor. Saya baru saja ditabrak…”
“Apaaa?
Ditabrak? Laporan palsu itu. Palsuuu!”
“Lah,
palsu gimana toh, Pak? Lah, ini kepala saya sudah putus.”
Akhir dari novel ini bukanlah sesuatu yang dapat dengan mudah ditebak. Ketika membaca, saya ikut merasa tegang ketika sebuah kasus sedang dalam masa penyelidikan, atau bahkan geregetan ketika sesuatu terjadi diluar dugaan, tawa juga hadir karena ada sedikit unsur komedi yang dituliskan. Begitu banyak hal yang terjadi dalam novel ini, dalam negeri ini, begitu pula dengan kehidupan Jenderal Hoegeng. TIdak ada salahnya untuk membaca dan mengetahui sendiri apa yang terjadi pada Jenderal Hoegeng dan bagaimana kasus-kasus tersebut akhirnya ditangani. And for me, I give it 10 out of 10!
http://hereyougo-al.blogspot.co.id/2015/03/halaman-terakhir-kisah-pahit-jenderal.html?showComment=1446616980752#c7302509947813417513
Tidak ada komentar:
Posting Komentar